Jumat, 22 Juni 2012

Best Trader or Best Trading System?



Do u know what’s inside u??

Kalimat menarik dikarenakan jarang yang mengetahui betul tentang dirinya sendiri.

Padahal modal awal untuk menjadi trader sukses adalah memahami diri sendiri sehingga kemudian dapat digunakan kelebihannya dan sebaliknya kelemahannya dapat dikendalikan atau diperbaiki.

Tahukah Anda apa sih sebenarnya trading itu?

Trading sebenarnya mirip seperti halnya cerita dongeng 1001 malam berjudul Alibaba. Yaitu semua orang mendengar bahwa terdapat sebuah goa yang berisi harta karun berlimpah sehingga semuanya bersemangat berbondong-bondong menuju goa tersebut.

Perjalanan menuju harta karun tersebut sulitnya ampun-ampunan, diperlukan waktu setidaknya 5 tahun untuk sampai kesana. Jalan yang dilalui pun juga sangat “mengerikan” dikarenakan hanya berupa gurun pasir dan pegunungan terjal yang tandus.

Meskipun demikian, semua orang tetap berminat menuju kesana dengan awalnya sangatlah percaya diri. Masa sih cuman begitu saja tidak bisa? Khan tinggal jalan kaki saja menuju kesana sambil membawa bekal air yang banyak. 
Maka dimulailah perjalanan menuju harta karun tersebut.

Bekal yang dibawa pada tiap orang semuanya sama yaitu hanya berupa air bergalon-galon yang dinamakan “semangat”.
Awalnya semua orang sangatlah bersemangat dan riang gembira, berjalan tanpa kenal lelah melewati gurun pasir gersang dan pegunungan terjal.
Yang tidak disadari, pada saat perjalanan dimulai maka pada saat itulah seleksi alam pun mulai berjalan.

Setelah setahun penuh melakukan perjalanan maka peserta mulai bertumbangan satu per satu. Air yang bernama “semangat” pun makin menipis sehingga yang semula mampu berjalan seharian penuh maka saat ini sudah mulai “ngos-ngosan” dan memperlambat jalannya.

Menginjak tahun kedua perjalanan, yang tersisa hanya tinggal 10% dan selebihnya sudah balik arah pulang dikarenakan tidak sanggup untuk meneruskan perjalanan.
Semangat yang mengebu-gebu pada awalnya telah menguap dan berubah menjadi rasa putus asa. Impian indah menjadi kaya raya juga turut menguap bersamaan dengan habisnya air “semangat”.
Ternyata apa yang dibayangkan “sangat mudah” tidaklah semudah bayangan dan setelah dijalani sulitnya setengah mati.

Menginjak tahun ketiga, jumlah peserta makin sedikit hanya tersisa 5% saja.
Mereka inilah yang benar-benar bermental baja sehingga seperti apapun kesulitan yang dihadapi dalam melakukan perjalanan selalu dapat dihadapi dengan baik dan tenang.

Apa bedanya peserta ini dengan perserta yang gagal?

Bedanya terletak pada “what’s inside u?”
Yang gagal pada umumnya sekedar berbekal semangat, impian indah, dan sikap menggampangkan merasa yakin bahwa dirinya mampu menempuh perjalanan. Yang seperti ini biasanya cenderung menginginkan sesuatu yang indah tetapi tidak mau bersusah payah untuk meraihnya.

Dalam dirinya selalu menginginkan yang cepat dan mudah, akhirnya timbul sikap yang menggampangkan terhadap segala sesuatu yang dihadapinya. Sehingga saat bertemu dengan sesuatu yang sangat sulit maka yang timbul adalah rasa putus asa dikarenakan mentalnya tidak siap menghadapinya.
Begitulah seleksi alam terjadi, yang lemah akan dengan sendirinya “tersingkirkan”.
Yang berhasil sampai tahun ketiga adalah mereka yang berbekal semangat, kesukaan berjalan kaki menempuh padang gersang sehingga meskipun perjalanannya sulit tetapi tetap dapat menikmatinya sehingga terhindar dari perasaan putus asa, dan yang paling utama adalah adanya sikap yang tidak menggampangkan.

Dalam diri mereka yang seperti ini adalah tidak pernah menganggap enteng segala sesuatu yang dihadapinya. Sehingga mental mereka pun selalu siap sedia menghadapi sesuatu yang lebih sulit dikarenakan sejak awal telah mempersiapkannya.
Tidak ada kata “menyerah” dalam diri mereka dikarenakan mereka ini menyukai pada apa yang dilakukannya. Bahkan kalau diperlukan, bila nantinya sudah tidak mampu berjalan maka dengan cara merangkak pun akan dilakukannya agar dapat sampai tujuan.
Mental mereka telah dipersiapkan sejak awal untuk menghadapi sesuatu yang lebih sulit. Sehingga bila yang tersulit terjadi pun maka sudah tidak kaget lagi.

Berbeda dengan yang bersikap menggampangkan, dalam pikirannya selalu menganggap enteng segala sesuatunya.
Masa begitu saja tidak bisa? Itu mah gampang, aku pasti bisa. Kok 5 tahun sih, kelamaan, kalau aku paling hanya setahun saja sudah bisa sampai.
Begitulah yang ada dalam pikirannya. Sehingga pada saat menjalaninya dan ternyata sulit atau ternyata waktunya lebih dari setahun, maka mulailah dengan perlahan-lahan perasaan putus asa mulai timbul. Dan pada saat rasa putus asa ini sudah memuncak maka yang dilakukannya adalah menyerah.

Berbeda dengan mereka yang memiliki mental baja. Target waktu mereka tetap 5 tahun dan tidak pernah terpikir sekalipun untuk mempercepatnya.
Dengan menggunakan target waktu yang tepat maka bekal air dapat lebih dihemat sehingga tetap awet sampai 5 tahun. Perjalanan pun dapat lebih dinikmati dikarenakan sudah paham bahwa akan sampai kesana baru 5 tahun nanti.
Kalau ternyata nantinya tidak sampai 5 tahun sudah berhasil sampai tujuan maka hal ini adalah sepenuhnya karena kuasa Tuhan dikarenakan telah menunjukkan rute yang tepat sehingga dapat sampai tujuan lebih cepat.

Nah, terlihat jelas bukan bedanya?

Mereka yang menggampangkan pada umumnya tidak paham betul kelebihan dan keterbatasan dirinya. Segala sesuatunya dianggap enteng tanpa memikirkan faktor kelebihan dan keterbatasan dirinya. Kuasa Tuhan pun dilupakannya dan sepenuhnya sangat percaya dengan kemampuan dirinya sendiri.
Berbeda dengan yang memiliki mental sebaliknya, mereka terlebih dahulu memperhitungkan kelebihan dan keterbatasan dirinya. Barulah perjalanan dimulai bila dirasa dirinya memang benar-benar mampu. Itupun sejak awal mereka tidak menganggap enteng segala sesuatunya.
Bekal dan tenaga dipersiapkan untuk menempuh perjalanan 5 tahun dan tidak pernah berpikir untuk mempersingkatnya. Dengan cara ini maka meskipun sudah berjalan susah payah selama 3 tahun maka mereka tetap santai, toh target waktunya 5 tahun. Berbeda dengan yang berpikir sebaliknya, baru berjalan 1 tahun saja sudah stress sendiri, kok tidak sampai-sampai ya? 

Oleh karenanya, seorang trader dituntut untuk selalu berpikir positif. Kenapa?
Disamping proses untuk menjadi trader sulitnya setengah mati, juga karena pekerjaan menjadi seorang trader adalah pekerjaan yang memiliki tingkat stress sangat tinggi. Mungkin paling tinggi bila dibandingkan pekerjaan lainnya.
Bagaimana tidak stress, yang tiap hari dibuat “mainan” oleh seorang trader adalah uang beneran dalam jumlah besar dimana kemungkinan untuk amblasnya lebih besar. 
Padahal di sisi kehidupan yang lain, uang adalah sesuatu yang “sakral” dimana harus dihemat-hemat, disimpan rapat dan terjaga aman agar tidak hilang atau dicuri, dan selain itu uang bukanlah sesuatu yang dapat digunakan untuk bermain-main dikarenakan kalau amblas maka dampaknya akan langsung jatuh miskin.

Tetapi trader melanggar prinsip itu semua, justru tiap hari uang digunakan untuk “mainan” dengan resiko bisa amblas sewaktu-waktu. 
Kemampuan untuk selalu berpikir positif adalah “obat” mengendalikan stress tersebut. Meskipun terjadi loss pun, trader diwajibkan untuk tetap tenang dan tidak emosional. Obatnya adalah adanya pikiran positif yaitu loss dapat di recover pada entry berikutnya.

Selain itu, tidak semua orang berbakat untuk menjadi trader. Hanya mereka yang memperoleh kenikmatan dari “bermain-main” dengan uang saja yang dapat menjadi trader professional.
Trader memperoleh kenikmatan dari hal ini dikarenakan dalam diri mereka paham betul bahwa bila uang “dimainkan” dengan benar maka akan diperoleh uang yang lebih besar. Meskipun beresiko bangkrut atau jatuh miskin tiba-tiba, mereka tetap “cuek” dan tetap berkeinginan untuk menjadi trader. Dikarenakan mereka lebih cenderung melihat pada potensinya dibandingkan resikonya.

Hal ini berbeda yang dipikirkan oleh kebanyakan orang yaitu tidak berani bermain-main dengan uang.
Mereka yang berpikir seperti ini adalah orang-orang yang lebih mengedepankan resiko dari pada potensi. Mereka yang seperti ini tidak akan pernah bisa untuk menjadi trader dikarenakan lebih mengedepankan perasaan ketakutan menempuh resiko berupa kehilangan uang.

Padahal kalau dipikir lebih mendalam, kehilangan uang adalah sesuatu yang pasti dalam kehidupan ini.
Coba pikir, kita harus membayar listrik, telpon, internet, makan, minum, biaya sekolah anak, biaya transport, dan berbagai hal lainnya yang membuat kehilangan uang yang sebelumnya telah berhasil dikumpulkan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa menempuh resiko kehilangan atau tidak, hasilnya sama saja, yaitu tetap saja uang yang sudah berhasil dengan susah payah dikumpulkan nantinya akan hilang juga.
Perbedaannya hanyalah terletak pada kecepatannya, yang berani menempuh resiko dan akhirnya mengalami loss maka uangnya lebih cepat habis bila dibandingkan dengan yang tidak berani menempuh resiko. 

Meskipun beresiko lebih cepat habis, tetapi potensi yang dimiliki oleh yang berani menempuh resiko menjadi jauh lebih besar daripada potensi yang dimiliki mereka yang tidak berani.
Yang tidak berani hanya diam ditempat karena yang dilakukannya hanyalah sekedar menghemat-hemat uangnya. Sedangkan yang berani memiliki potensi akan menghasilkan uang yang lebih banyak lagi.
Itulah pola pikir seorang trader sejati.

Pada awalnya yang dilihat hanyalah potensi dan bukan resiko (akibatnya sering MC  ). Tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan semakin bertambahnya pengalaman maka perlahan-lahan yang dilihat adalah 2 hal yaitu potensi dan resiko.
Sehingga pola pikir nantinya akan menjadi seperti ini: “bagaimana caranya menghasilkan uang banyak tetapi dengan resiko sekecil mungkin”.
Bila hal ini terjadi maka mulailah yang dilakukannya adalah mempertimbangkan resiko dengan selalu menganalisa Risk
Reward Ratio setiap kali melakukan entry dan mulailah timbul sikap berdisiplin dengan SL sebagai upaya untuk meminimalkan resiko.

Sedangkan mereka yang bermental tidak berani mengambil resiko, selamanya tidak berubah. Sampai kapanpun, yang dilihatnya tetap 1 hal saja yaitu hanya resiko. Akibatnya, tidak pernah berubah memiliki kehidupan yang lebih baik dikarenakan lebih besar rasa takut kehilangan uang daripada rasa senang untuk mendapatkan uang.
Oleh karenanya, tidak semua orang berbakat untuk menjadi seorang trader sejati. Andaikan berbakat pun, belum tentu juga sampai di goa Alibaba kalau tidak memiliki mental dan kepribadian yang “tahan banting”.

Karena itu pembelajaran psikologi trading sangatlah penting dikarenakan dapat menjadi trader atau tidak adalah tergantung pada mentalnya, bukan pada kepintarannya.
Nah, pertanyaannya sekarang, seperti apakah mental dan kepribadian Anda, what’s inside u?
Apakah Anda termasuk orang-orang yang lebih mengedepankan potensi ataukah yang lebih mengedepankan resiko atau yang mudah berputus asa?
Anda sendirilah yang bisa menjawabnya!